Sejarah
Pembangunan instalasi Rumah Sakit Militer di Nusantara pada awal abad 19 adalah salah satu bagian dari strategi militer Belanda dalam rangka mendukung politik kolonialisme, untuk tetap mempertahankan tanah jakahan Nederlands Indie.
Pada awal Januari 1808, Daendels yang pada saat itu masih menyandang Marsekal dalam angkatan bersenjata Perancis tiba di Indonesia tepatnya di pulau Jawa. Daendels memimpin pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia dengan dinamika, cara dan gaya seorang militer sehingga dia mendapat julukan "de Ijzeren Maarschalk" atau marsekal besi.
Untuk meningkatkan ketahanan pemerintahannya, Gubernur Jenderal Daendels bukan saja membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan yang selesai dalam waktu satu tahun, tetapi juga memperkuat Militernya dan salah satu upayanya adalah dengan membentuk Dinas Kesehatan Militer (Militaire Geneeskundige Dients, MGD) dan mendirikan 3 Rumah Sakit Militer (Groot-Militaire Hospitalen) masing-masing di Jakarta (bukan di lokasi RSPAD sekarang), Semarang dan Surabaya. Selain itu juga dibangun Rumah Sakit Garnizun di dalam atau di dekat tangsi militer.
Pada tahun 1819 jumlah tempat tidur RS ini ditingkatkan dari 222 TT menjadi 400 TT, jumlah ini pada tahun 1825 sudah tidak memadai karena jumlah anggota militer yang dirawat semakin banyak sebagai akibat semakin gencarnya perjuangan bangsa Indonesia yang menginginkan kemerdekaan (perang Maluku, perang Palembang, perang Bone, perang Paderi, Perang Diponegoro dan sebagainya).
Adanya perubahan kebijakan dari Kabinet Gubernur Jenderal, memaksa Groot Militaire Hospitaal dipindahkan ke lokasi RSPAD sekarang yang terdiri atas
Enam bangsal perawatan sepanjang 837 kaki, dimana untuk setiap pasien diperhitungkan kebutuhannya 21/4 kaki.
Bangsal perawatan pasien penyakit jiwa. Bangsal perwira sepanjang 112 kaki yang dihubungkan dengan bangunan untuk perwira jaga dan kantor sepanjang 30 kaki.
Sebuah Apotik dan rumah dinas untuk Apoteker.
Rumah mandi dan rumah dinas untuk "badmeester"
Kamar Jenazah.
Dapur dan rumah tinggal Juru Masak.
Gudang pakaian, rumah portir dengan tempat jaga.
Kandang kuda dengan tempat keretanya ditambah dua bangunan masing-masing untuk pekerja kasar dan tempat tahanan pekerja.
Pembangunan RS ini berjalan agak lama dan menurut catatan D.Schoute diperkirakan selesai pada bu/an Oktober 1836. Disinilah perkembangan ilmu, penelitian dan pendidikan kedokteran dimulai. Di RS Militer ini pulalah Pendidikan Dokter Jawa dirintis dan kemudian dikenal dengan STOVIA (School tot Opleiding van Indlandsche Artsen atau Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi).
Pada tanggal 26 Juli 1950 terjadi serah terima Groot Militair Hospitaal Weltervreden dari pemerindah colonial Belanda yang diwakilkan oleh Letkol dr.Scheffer kepada Indonesia yang diwakilkan dr.Satrio. kemudian nama Groot Militair Hospitaal Weltervreden berubah menjadi RSTP (Rumah Sakit Tentara Pusat) dan berkembang sampai dengan saat ini dengan nama Rumah Sakit Pusat Angkatan Dasar Gatot Soebroto.
Saat ini Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dipimpin oleh seorang Letnan Jendral TNI yang saat ini dijabat oleh Letnan Jendral TNI dr. A. Budi Sulistya, Sp.THT-KL., M.A.R.S
0 comments:
Post a Comment